PENGHITUNGAN INFLASI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 DENGAN PENDEKATAN SISTER CITY*) - Berita - Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan berkomitmen "No Gratifikasi" untuk mewujudkan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN

PENGHITUNGAN INFLASI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 DENGAN PENDEKATAN SISTER CITY*)

PENGHITUNGAN INFLASI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 DENGAN PENDEKATAN SISTER CITY*)

31 Januari 2018 | Kegiatan Statistik


PENGHITUNGAN INFLASI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 DENGAN PENDEKATAN SISTER CITY*)

 

Latar Belakang 

Inflasi merupakan suatu ukuran yang menggambarkan dinamika perkembangan harga sekelompok barang dan jasa yang biasa dikonsumsi masyarakat dan juga merupakan salah satu indikator yang menentukan keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Angka inflasi juga digunakan sebagai salah satu dasar untuk merumuskan suatu kebijakan baik untuk pemerintah pusat maupun pemerinah daerah. Sedangkan yang dimaksud laju inflasi adalah kenaikan atau penurunan inflasi dari periode ke periode atau dari tahun ke tahun.

Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Terkait inflasi ada tiga hal yang perlu diwaspadai : Pertama, Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang terutama orang miskin bertambah miskin. Kedua, Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 93/PMK.OII/2014 tentang sasaran inflasi tahun 2016, 2017 dan tahun 2018 pada Pasal 2 disebutkan bahwa :( 1 )  Jenis  Sasaran  Inflasi  yang  ditetapkan  dan  diiumumkan merupakan Inflasi IHK tahunan  (year-on-year), ( 2 )  Bentuk Sasaran Inflasi yang diitetapkan merupakan angka tertentu dengan toleransi  (point with deviation), ( 3 )  Tingkat dan periode Sasaran Inflasi IHK diitetapkan sebagai berikut: a.  4,0% (empat persen) untuk tahun 2016; b.  4,0% (empat persen) untuk tahun 2017; dan c.  3,5% (tiga koma lima persen) untuk tahun 2018, dengan deviasi sebesar 1,0% (satu persen).

Metodologi

Pada dasarnya tingkat inflasi yang dihitung oleh BPS merupakan persentase perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK).  IHK merupakan sebuah nilai yang digunakan untuk menghitung perubahan harga rata-rata terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumahtangga. IHK dihitung dalam kurun waktu setiap tahun dan dalam hitungan per bulan, dimana nilai IHK dari tahun ke tahun akan mengalami perubahan yang fluktuatif, dari perubahan nilai IHK ini kemudian akan dijadikan sebagai acuan untuk menentukan laju inflasi. Data yang diperlukan untuk menjelaskan dan menunjukkan dinamika IHK antara lain : 1. Data Harga; data ini diperolah dari pengumpulan sample harga dari barang dan jasa di lokasi tertentu yang dilakukan secara sampling, 2. Data pembobotan; data ini menunjukkan estimasi mengenai perbandingan antara total keseluruhan jenis belanja komoditas terhadap satu jenis komoditas tertentu. Data pembobotan (diagram timbang) tersebut diperoleh dari hasil survei biaya hidup (SBH).

Data harga yang dikumpulkan oleh BPS Kabupaten Lamongan untuk menghitung IHK dimulai dari pemilihan pasar, responden, komoditas dan kualitas komoditi umumnya dilakukan secara purposive sampling. Adapun Pasar tradisional dan modern yang menjadi tempat untuk mengumpulkan data IHK adalah pasar tradisional di wilayah kecamatan Lamongan dan Kecamatan Paciran. Dasar pertimbangan pemilihan pasar pada wilayah tersebut sesuai dengan SOP yang ditetapkan yaitu antara lain : pasar relatif besar dan oleh masyarakat setempat dipakai sebagai patokan atau pembanding baik harga, komoditas dan kualitas/merk dari pasar lain, beraneka ragam komoditas dapat ditemui dan diperdagangkan, kebanyakan masyarakat berpendapatan menengah dan rendah yang berbelanja di tempat tersebut, banyak pedagang penentu harga, kelangsungan pencacahan data harga pada pasar tersebut terjamin berkesinambungan.

Untuk data pembobotan menggunakan teknik sister city karena kabupaten Lamongan bukan wilayah terpilih sampel SBH. Pelaksanaan SBH relatif sulit dilaksanakan untuk seluruh kab/kota di Indonesia, mengingat biaya yang sangat besar serta membutuhkan kemampuan SDM yang tersedia di kabupaten/kota. Oleh karena SBH dilaksanakan pada 82 kota di Indonesia dengan referensi waktu 5 (lima) tahun sekali. SBH terakhir dilaksanakan tahun 2012 yang kemudian dijadikan sebagai tahun dasar IHK untuk penghitungan sampai dengan tahun 2018. Mengingat Kabupaten Lamongan sebagai salah satu wilayah yang tidak terpilih sampel SBH, maka dalam penghitungan IHK menggunakan pendekatan metode Sister City.

Pendekatan Sister City yang dimaksud adalah menggunakan diagram timbang Kota SBH yang memiliki pola konsumsi yang hampir sama, serta letaknya berdekatan secara geografis. Variabel lain yang juga menjadi pertimbangan adalah besaran PDRB dan jumlah penduduk dalam satu provinsi mitra kota (sister city) yang bersesuaian. Dari pendekatan Sister City yang sudah disusun oleh BPS RI, maka ditetapkan bahwa Kabupaten Lamongan mempunyai kemiripan pola konsumsi dengan Kota Probolinggo (Kota SBH).  Oleh karena itu paket komoditas dan diagram timbang yang digunakan oleh Kabupaten Lamongan untuk menghitung IHK menggunakan paket komoditas hasil SBH 2012 di Kota Probolinggo. Dalam diagram tersebut memuat nilai konsumsi secara umum, menurut komoditas, sub komoditas maupun per komoditas. Jumlah komoditas yang disurvei dalam penghitungan IHK di Kabupaten Lamongan sebanyak 302 yang terdiri dari 7 sub sektor yaitu : sub sektor Bahan makanan sebanyak 80 jenis, sub sektor makanan jadi, minuman, rokok serta tembakau sebanyak 41 jenis, sub sektor perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebanyak 48 jenis, sub sektor sandang sebanyak 48 jenis, sub sektor kesehatan sebanyak 36 jenis, sub sektor pendidikan, rekreasi dan olah raga sebanyak 31 jenis, sub sektor transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebanyak 28 jenis.

Hasil Bahasan

                Inflasi merupakan persentase perubahan IHK dari waktu ke waktu yang menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumahtangga. IHK tahun 2017 Kabupaten Lamongan yang dihitung secara bulanan dimulai dari bulan januari hingga bulan Desember. Dari pergerakan nilai IHK tersebut maka diperoleh angka inflasi selama satu tahun. Untuk tahun 2017, angka inflasi Kabupaten Lamongan sebesar 3,12 persen. Angka tersebut lebih besar dibandingkan inflasi 2016 sebesar 1,39 persen. Angka inflasi sebesar 3,12 persen lebih rendah dibandingkan inflasi Kota Probolinggo, Jawa Timur dan Nasional, yang masing-masing sebesar 3,18 persen, 4,04 persen dan 3,61 persen.

Sepanjang tahun 2017, di Kabupaten Lamongan terjadi sembilan kali inflasi dan tiga kali deflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari dan inflasi terendah terjadi pada bulan Juli dan September. Sedangkan deflasi terjadi pada bulan Maret, Agustus dan Oktober. Inflasi tertingi terjadi pada kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 7,31 persen dengan andil terhadap inflasi 1,38 persen, diikuti oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 6,25 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 1,15 persen, kelompok sandang sebesar 3,53 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,23 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 3,27 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,28 persen, kelompok kesehatan sebesar 1,66 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,08 persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,26 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,04 persen. Sedangkan kelompok bahan makanan mengalami deflasi sebesar 0,20 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar -0,05 persen.

Komoditi yang mendorong terjadinya inflasi selama tahun 2017 antara lain tarif listrik, biaya perpanjangan STNK, tarif pulsa ponsel, kenaikan harga cabe rawit, bensin dan biaya sekolah menengah atas (SLTA). Kenaikan biaya pembuatan STNK dampak dari pemberlakuannya peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2016 yang menggantikan PP Nomor 50 Tahun 2010 yang antara lain berisi tentang jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Selain itu disebabkan adanya kenaikan tarif listrik pada bulan Desembe 2016. Mulai Januari 2017 bagi rumah tangga mampu secara bertahap subsidinya juga dicabut sehingga pelangan 900 VA dengan kategori mampu akan membayar listrik lebih mahal dari sebelumnya. Untuk harga bensin, terhitung mulai tanggal 5 Januari 2017, Pemerintah telah menaikkan harga BBM Non subsidi mulai dari jenis Pertalite hingga Pertamax Turbo dengan rata-rata kenaikan sebesar 300 rupiah per liter.

Sedangkan komoditi yang mengambat terjadinya inflasi tahun 2017 adalah bawang merah, bawang putih, gula pasir, daging sapi dan televisi berwarna.

 

Tabel 1. Perubahan Angka Inflasi Menurut Wilayah selama Tahun 2014 - 2017

No.

Wilayah

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Tahun 2017

1.

Nasional

8,36

3,35

3,02

3,61

2.

Jawa Timur

7,77

3,08

2,74

4,04

3.

Kota Probolinggo

6,79

2,11

1,53

3,18

4.

Kabupaten Lamongan

7,36

1,96

1,39

3,12

 

Dari data inflasi pada Tabel 1, menunjukkan bahwa angka inflasi pada keempat wilayah masih tergolong sebagai inflasi ringan (di bawah 10 persen atau single digit). Selain itu juga masih dalam range sasaran yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 93/PMK.OII/2014. Bagi sebagian pihak, inflasi ringan  akan memberikan pengaruh positif. Inflasi akan mendorong perekonomian menjadi lebih baik dengan meningkatnya pendapatan nasional, dan orang akan semakin semangat untuk bekerja, menabung, serta berinvestasi. Bagi pengusahan, inflasi akan memberikan keuntungan karena akan memberikan perolehan yang lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Oleh karena itu hal yang terpenting adalah menjaga kestabilan nilai inflasi. Untuk itu diperlukan peran TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) dalam mengenali dan mengatasi kenaikan harga yang mengarah terjadinya kenaikan inflasi tinggi. Selain itu diperlukan juga peran masyarakat dalam mengendalikan inflasi antara lain dengan berbelanjasesuai kebutuhan dan menggunakan produk dalam negeri.

Apa pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi ? Pada prinsipnya tidak semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika terjadi inflasi ringan yaitu inflasi di bawah 10 persen. Inflasi ringan justru dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena inflasi mampu memberi semangat para pengusaha, untuk lebih meningkatkan produksinya. Pengusaha bersemangat memperluas produksinya, karena dengan kenaikan harga yang terjadi, para pengusaha mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi memberikan dampak positif lain, yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi akan berdampak negatif jika nilainya melebihi 10 persen.

*) Disarikan oleh Sri Kadarwati, Ka. BPS Kabupaten Lamongan dari Publikasi Indeks Harga Konsumen Kabupaten Lamongan Tahun 2017 (2012=100) Hasil Kerjasama BPS Kabupaten Lamongan Dengan Disperindag Kabupaten Lamongan

 

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN LAMONGANJl. Veteran 185 Lamongan-62218

Telp (0322) 3103310

Fax (0322) 3103310 Mailbox : bps3524@bps.go.id

logo_footer

Tentang Kami

Manual

S&K

Daftar Tautan

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik