POTRET KESETARAAN GENDER DI LAMONGAN REFLEKSI KEBIJAKAN KE DEPAN - News - BPS-Statistics Indonesia Lamongan Regency

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan berkomitmen "No Gratifikasi" untuk mewujudkan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN

POTRET KESETARAAN GENDER DI LAMONGAN REFLEKSI KEBIJAKAN KE DEPAN

POTRET KESETARAAN GENDER DI LAMONGAN REFLEKSI KEBIJAKAN KE DEPAN

April 17, 2018 | Other Activities


POTRET KESETARAAN GENDER DI LAMONGAN REFLEKSI KEBIJAKAN KE DEPAN

Oleh : Sri Kadarwati, S.Si, MT

(Dalam Rangka Peringatan Hari Kartini 21 April 2018)

 

Latar Belakang

Kesetaraan gender di Indonesia sudah diperjuangkan sejak jaman kolonial yang dipelopori oleh RA. Kartini, yaitu tentang kesamaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Istilah gender berbeda dengan karakteristik laki-laki dan perempuan secara biologis. Namun demikian tidak terlepas dari konteks cara pandang bahwa tetap menyesuaikan dengan “kodrat perempuan”. Sehingga tidak menimbulkan permasalahan sosial yang dijadikan alasan laki-laki (suami) untuk tidak memenuhi kewajibannya kepada kaum perempuan (istri) atau dalam realita kehidupan dimana kaum laki-laki lebih diunggulkan dari kaum perempuan melalui konstruksi sosial. Kesetaraan gender (gender equity) merupakan hak yang semestinya didapatkan agar laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan ikut berpartisipasi dalam setiap aspek kehidupan di segala bidang.

Di Kabupaten Lamongan, isu kesetaraan gender yang dituangkan dalam salah satu kebijakan Pemerintah Daerah bertujuan untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan yaitu melalui pemberdayaan pada lembaga pemerintah, sektor industri dan lembaga non formal. Kesetaraan dalam pembangunan tersebut tidak lain untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembangunan yang berkelanjutan.

Beberapa indikator gender akan disajikan dalam tulisan ini, diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan evaluasi dan pengambilan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan terkait issue Gender.

 

Indikator Kesetaraan Gender

Tingkat keberhasilan capaian pem-bangunan yang sudah mengakomodasi persoalan gender salah satunya diukur dengan IPG (Indeks Pembangunan Gender). IPG merupakan ukuran pembangunan manusia berbasis gender dilihat dari tiga dimensi capaian dasar manusia, yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak.

Stereotype yang selama ini melekat dalam benak masyarakat adalah perempuan identik dengan kegiatan domestik atau rumah tangga. Sedangkan laki-laki dianggap sebagai pelaku sentral dalam keluarga. Kaum perempuan juga mengalami marjinalisasi atau proses peminggiran. Dalam dunia kerja, perempuan mendapatkan rata-rata upah di bawah pekerja/buruh laki-laki dan perempuan memiliki peluang lebih rendah dalam memasuki pasar tenaga kerja (BPS & KPPPA, 2016a). Dalam pengambilan keputusan, kaum perempuan masih termarginalisasi. Sebagai contoh, berdasarkan hasil Pemilu Daerah 2014-2019 persentase anggota DPRD perempuan hanya mencapai 18,75 persen (Kabupaten Lamongan Dalam Angka, 2017), sedangkan anggota DPR RI sebesar 17,32 persen (BPS, 2017). Dalam pengambilan kebijakan di sektor kepe-merintahan, perempuan yang menduduki jabatan struktural PNS masih relatif sedikit dibandingkan laki-laki (BKD Kab. Lamongan, 2017), sementara angka nasional < 30 persen. Dalam tindak kekerasan, perempuan kerap menjadi objek. Hasil pendataan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016, secara Nasional menunjukkan 1 dari 3 perempuan usia 15–64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya, dan sekitar 1 dari 10 perempuan usia 15–64 tahun mengalaminya dalam 12 bulan terakhir (BPS, Maret 2017).

Dengan adanya berbagai fakta indikasi ketimpangan pencapaian dan pemberdayaan antara laki-laki dan perempuan, kesetaraan gender masih menjadi target penting dalam pembangunan manusia. Kesetaraan gender yang dimaksud menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) adalah pandangan bahwa semua orang menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan jenis kelamin mereka.

Berdasarkan hasil penghitungan BPS tentang Indeks Pembangunan Jender 2017 sebagai ukuran dimensi pembangunan manusia yang melibatkan unsur jender di dalamnya, terlihat bahwa pencapaiannya dari tahun ke tahun menunjukkan trend meningkat di Kabupaten Lamongan. Peningkatan trend tersebut juga terlihat pada angka Nasional. Namun demikian yang masih perlu diupayakan adalah capaian terhadap targetnya dan juga sebaran antar wilayah. Capaian angka IPG Lamongan pada tahun 2017 sebesar 87,98 atau naik 2,36 point dibandingkan tahun 2013. Angka Jawa Timur mencapai 90,76 pada tahun 2017 atau naik 0,54 point dari tahun 2013. Dibandingkan Kabupaten kota se Jawa Timur pada Tahun 2013, angka IPJ Kabupaten Lamongan menduduki posisi 29 kemudian pada tahun 2017 menduduki urutan 27. Posisi tersebut masih dibawah Kabupaten Gresik (rangking 23 Se Jawa Timur) dan Bojonegoro (rangking 21 Se Jawa Timur).

 

Gambar 1. Trend Angka Indeks Pembangunan Jender Di Kabupaten Lamongan 2013 – 2017

 

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur

 

Semakin kecil jarak angka IPG dengan nilai 100, maka semakin setara pembangunan antara laki-laki dengan perempuan. Namun semakin besar jarak angka IPG dengan nilai 100, maka semakin terjadi ketimpangan pem-bangunan antara laki-laki dan perempuan. Angka 100 dijadikan patokan untuk menginterpretasikan angka IPG karena angka tersebut merupakan nilai rasio paling sempurna.

Angka IPG yang disajikan pada Gambar 1 merupakan indeks komposit yang dibentuk dari dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak.  Untuk dimensi umur panjang dan hidup sehat menggunakan pendekatan angka harapan hidup (AHH). Kata kesehatan dapat dimaknai sebagai keadan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yng memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan). Secara umum tren AHH di Kabupaten Lamongan baik untuk laki-laki maupun perempuan selalu mengalami kenaikan dari 2013 – 2017. Pada tahun 2013, AHH laki-laki dan perempuan masing-masing mencapai 67 tahun dan 71 tahun. Sedangkan pada tahun 2017 angka tersebut naik menjadi 69,88 tahun (laki-laki) dan 73,75 Tahun (perempuan).    Hal ini mengindikasikan pembangunan kesehatan telah berdampak pada peningkatan kualitas kesehatan penduduk.

Angka MYS digunakan untuk melihat kualitas penduduk dalam hal mengenyam pendidikan formal.

 

Gambar 2. Angka MYS dan EYS  Di Kabupaten Lamongan 2016 – 2017

 Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur

Tingginya angka Rata-rata Lama Sekolah (MYS) menunjukkan jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki oleh seseorang. Semakin tinggi angka MYS maka semakin lama/tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkannya. Data MYS dihitung dari hasil pengumpulan data survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) setiap tahun yang dilaksanakan oleh BPS. Sedangkan angka harapan lama sekolah (HLS/EYS) digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Selama dua tahun terakhir 2016 – 2017, angka MYS dan EYS mengalami kenaikan baik laki-laki maupun perempuan.

Dari sisi ketenagakerjaan masih terlihat kesenjangan antara laki-laki dan perempuan, yang ditunjukan dari besaran angka Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Angka TPAK pada tahun 2017 di Kabupaten Lamongan untuk penduduk usia kerja  perempuan 53,90 persen sedangkan TPAK laki-laki 84,74 persen. Rendahnya TPAK perempuan dimungkinkan karena perempuan lebih banyak berperan dalam mengurus rumah tangga. Selain dari besaran angka TPAK, indikator ketenagakerjaan lainnya adalah dari sisi besaran atau ratio upah buruh yang diterima menurut jenis kelamin. Ratio upah tenaga kerja perempuan masih di bawah upah laki-laki, dengan rasio sebesar 0,86 (Hasil Olah Survei Angkatan Kerja Nasional, 2017).

Meskipun masih ada kesenjangan dari sisi tenaga kerja, tetapi partisipasi perempuan dalam Pemerintahan meningkat. Terlihat dari persentase jumlah PNS perempuan yang meningkat (BKD Kab. Lamongan,2017). Demikian pula pada lembaga legislatif mengalami peningkatan yaitu dari 8 persen pada periode 2010 – 2014 (Lamongan Dalam Angka 2014), menjadi 18,75 persen pada periode 2014 – 2019 (Lamongan Dalam Angka 2017).

 Namun demikian keterwakilan perem-puan masih belum memenuhi amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang mensyaratkan minimum 30 persen. Padahal dengan duduk pada lembaga legislatif kepentingan perempuan akan mampu diperjuangkan.

Sebagai catatan penting, kesetaran gender (gender equality) tidak berarti pengambilalihan tanggungjawab dari laki-laki kepada perempuan, melainkan menempatkan posisi perempuan setara dengan laki-laki, baik dalam pendidikan, layanan kesehatan, kesempatan untuk bekerja, berpartisipasi dalam organisasi masyarakat, serta menentukan pilihan terbaik bagi dirinya sendiri.

Dari beberapa indikator di atas (kesehatan, penddikan dan ketenagakerjaan), maka potret kesetaraan gender di Kabupaten Lamongan masih harus diperjuangkan pada beberapa aspek khususnya ketenagakerjaan dan partisipasi dalam bidang politik. Pemerintah Daerah telah berupaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui beberapa kebijakan dan program-program. Namun pada praktiknya masih banyak menemui kendala dan tantangan, dan ini menjadi tugas kita bersama.

Badan Pusat Statistik

BPS-Statistics Indonesia

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN LAMONGANJl. Veteran 185 Lamongan-62218

Telp (0322) 3103310

Fax (0322) 3103310 Mailbox : bps3524@bps.go.id

logo_footer

Manual

ToU

Links

Copyright © 2023 BPS-Statistics Indonesia