Manual Tautan Peta Situs S&K
Slidebars Logo
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Rencana Strategis BPS
    • Kinerja BPS
    • Tentang BPS
      • Informasi Umum
      • Visi dan Misi
      • Struktur Organisasi
      • Tugas, Fungsi, dan Kewenangan
      • Moto dan Maklumat Pelayanan
      • Pengolahan Data
      • Profil Pejabat dan Pegawai
      • Pengaduan
      • Media Sosial
    • Pusat Pelayanan
    • Regulasi
  • Berita
  • Senarai Rencana Terbit
    • ARC Publikasi BPS
    • ARC BRS
  • Publikasi
  • Berita Resmi Statistik
  • PPID
    • Informasi Terbuka
      Berkala
      • Informasi Publik
      • PPID
      • Tentang BPS
      • Laporan Kinerja
      • Pengumuman Lelang
      • Program dan Kegiatan
    • Informasi Terbuka
      Setiap Saat
      • Artikel
      • Regulasi
DATA SENSUS
Beranda » Setiap Saat » Artikel

Sosial dan
Kependudukan

Agama

Bencana Alam

Gender

Geografi

Gini Rasio

Iklim

Indeks Pembangunan Manusia

Kemiskinan

Kependudukan

Kesehatan

Lingkungan Hidup

Pemerintahan

Pendidikan

Perumahan

Politik dan Keamanan

Sosial Budaya

Tenaga Kerja

Ekonomi dan
Perdagangan

Air

Energi

Industri

Inflasi

Jasa

Keuangan

Komunikasi

Konstruksi

Neraca Sosial Ekonomi

Nilai Tukar Petani

Pariwisata

Perdagangan

Pertumbuhan Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto

Sensus Ekonomi

Transportasi

Upah Buruh

Usaha Mikro Kecil

Pertanian dan
Pertambangan

Hortikultura

Kehutanan

Nilai Tukar Nelayan

Perikanan

Perkebunan

Pertambangan

Pertanian

Peternakan

Tanaman Pangan

Media Sosial
Facebook Instagram
Twitter Youtube
RSS FEEDS
Berita Resmi Statistik
Publikasi


Artikel

  • INDUSTRI MENJAMUR, SARJANA TERABAIKAN
  • KENAIKAN CUKAI ROKOK DAN POTENSI BERTAMBAHNYA KEMISKINAN
  • LAMONGAN KOTA PERANTAU
  • AIR BERSIH BAGAIKAN EMAS

Oleh:  

  1. Putri Rachma Sari, A. Md
  2. Mujiono
  3. Abdul Rokhim

Maraknya perpindahan industri dari kota-kota besar seperti Surabaya dan Gresik menuju Lamongan membawa berbagai dampak. Salah satu  dampak yang mulai terasa yaitu dengan terserapnya penduduk Lamongan menjadi tenaga kerja di bidang industri. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), jumlah tenaga kerja industri di Lamongan naik 24 ribu orang dalam kurun lima tahun terakhir yaitu dari 42 ribu orang menjadi 66 ribu orang. Diperkirakan lebih dari separuhnya merupakan tenaga kerja yang terserap pada 33 industri baru di Lamongan.

Namun, maraknya perpindahan industri tersebut belum sepenuhnya memecahkan permasalahan pengangguran yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan. Hal ini dikarenakan tenaga kerja yang terserap pada industri yang baru bermunculan tersebut bukanlah tenaga kerja terdidik atau yang memiliki gelar sarjana/sederajat.

 Sebagian besar tenaga kerja yang terserap di industri yang baru bermunculan adalah penduduk Lamongan dengan pendidikan SMA/sederajat atau bahkan di bawah SMA/sederajat. Kedudukan yang diperoleh para lulusan SMA itu juga setara dengan pekerja kasar atau buruh pabrik.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yakni tahun 2011 sampai dengan 2015, jumlah penduduk dengan lulusan sarjana meningkat rata-rata sebanyak 2 ribu orang per tahun. Data terakhir menunjukkan lebih dari 54 ribu penduduk berpendidikan Diploma/Sarjana. Untuk pendidikan menengah, diperkirakan dari sekitar 18 ribu lulusan setiap tahunnya, sekitar 3 ribu orang melanjutkan pendidikan di Lamongan sedangkan sebanyak 6 ribu orang melanjutkan pendidikan di luar Lamongan.

Dari data tahun 2010, diketahui penduduk yang keluar Lamongan menuju sekitar kabupaten/kota di Jawa Timur sebanyak 23 ribu orang dimana 54 persen dari angka tersebut berusia 5-24 tahun. Kabupaten/kota terbanyak tempat hijrah para penduduk tersebut adalah Surabaya, Gresik dan Sidoarjo. Melihat kabupaten/kota tujuan dapat disimpulkan bahwa penduduk yang hijrah keluar Lamongan tersebut bertujuan untuk bersekolah dan bekerja dan kemungkinan besar penduduk yang hijrah tersebut tidak akan kembali ke Lamongan dalam waktu dekat.

Data SAKERNAS menunjukkan lulusan sarjana di Lamongan dalam 5 tahun terakhir semakin banyak yang memasuki dunia kerja. Hal itu ditunjukkan dengan naiknya angka TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) dan TKK (Tingkat Kesempatan Kerja) dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. TPAK Lamongan pada tahun 2015 sebesar 73 persen, mengalami peningkatan sebesar 8 persen dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar 65 persen. Sedangkan angka TKK pada tahun 2015 sebesar 95 persen, mengalami peningkatan sebesar 2 persen dibandingkan dengan tahun 2011.

Bertambahnya industri baru yang bermunculan ternyata belum cukup optimal menyerap para lulusan sarjana untuk bekerja. Hal ini terlihat dari sedikitnya lulusan sarjana yang bekerja di sektor industri. Tercatat jumlah sarjana yang bekerja di sektor industri hanya bertambah sebanyak 50,14 persen dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Tidak terserapnya lulusan sarjana  karena sebagian besar industri baru yang bermunculan di Lamongan hanya membutuhkan tenaga kerja dengan kualifikasi tenaga produksi. Sedangkan sebagian besar sarjana tersebut merupakan lulusan dengan jurusan Pendidikan Keguruan dan Ekonomi. Selain itu, kemungkinan sebagian besar industri baru tersebut masih menggunakan tenaga kerja dari tempat asal industri.

Tidak terserapnya lulusan sarjana di industri yang baru bermunculan tersebut, menantang para lulusan sarjana untuk bisa mencari alternatif lain di luar sektor industri. Daya kreatifitas mereka terpacu untuk bisa melanjutkan hidup dengan berkarir jauh dari lingkup industri. Jumlah toko berkembang pesat selama 5 tahun terakhir yaitu sebesar 45 persen. Munculnya kafe dan toko di sekitar Lamongan tersebut, diperkirakan merupakan gebrakan para lulusan sarjana yang belum terserap di industri baru yang bermunculan serta adanya dukungan dari Pemerintah Kabupaten Lamongan dengan memberikan kemudahan dalam proses pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) serta Tanda Daftar Perusahaan (TDP) serta pembebasan biaya retribusi untuk pembuatan SIUP dan TDP.

Berbagai inovasi mereka tunjukkan untuk menjadi seorang wirausaha muda dengan omzet usaha yang menggembirakan. Seperti kafe dengan konsep terapung, kedai makanan dengan konsep menjamu hidangannya dengan ditumpahkan langsung di atas meja, toko baju dengan design baju yang sesuai dengan minat anak muda jaman sekarang dan masih banyak usaha-usaha lain yang bermunculan dengan inovasi yang tidak kalah menarik. Selain itu, perkembangan jaman yang menginginkan kehidupan serba instan menarik kreatifitas para lulusan sarjana untuk berkecimpung di dunia kerja berbasis dunia maya seperti berjualan secara online.

2017-01-17

Oleh :

  1. Suzatmo Putro, S.ST, M.Si
  2. Iwan Kurniawan, ST
  3. Aji, SE, M.Si
  4. Deddy Dahlianto, SE, MM
  5. Eva Miswantoro

Per 1 Januari 2017 para perokok harus bersiap merogoh kocek lebih dalam untuk menikmati asap tembakau.  Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor  147/PMK.010/2016, berencana menerbitkan aturan baru untuk memungut cukai rokok lebih tinggi. Hal ini tentu saja akan berimbas pada meningkatnya harga rokok di pasaran. Dari penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) disebutkan bahwa persentase terbesar konsumsi masyarakat miskin Indonesia setelah beras adalah rokok.  Sebagai konsekuensi logis dari meningkatnya harga rokok, apakah masyarakat miskin harus menanggung dampak lebih besar?

Untuk memperkirakan dampak kenaikan harga rokok terhadap masyarakat, mari kita lihat terlebih dahulu kebiasaan merokok warga Lamongan.  Aktifitas merokok merupakan kegiatan umum yang dilakukan oleh satu dari lima laki-laki di Lamongan baik kaya maupun miskin.  Menurut beberapa perokok, aktifitas ini memberi efek positif pada kegiatan sehari-harinya.  Ada yang merasa lebih giat bekerja jika merokok, ada pula yang beranggapan bahwa merokok memberi kesan rileks sehingga lebih mudah berkonsentrasi. Selain itu, merokok juga memudahkan seseorang untuk bersosialisasi.  

 Meski aktifitas merokok berlangsung tanpa memandang status sosial, namun jumlah batang rokok yang dihisap oleh perokok aktif di Lamongan sangat bervariasi. Masyarakat golongan bawah di Lamongan menghabiskan rata-rata enam bungkus rokok setiap minggunya, sementara masyarakat golongan menengah dan golongan atas mengkonsumsi masing-masing tujuh bungkus dan delapan bungkus rokok setiap minggunya.  Informasi yang didapat dari hasil Susenas di Kabupaten Lamongan justru menunjukkan bahwa masyarakat golongan atas menjadi pendorong suburnya industri rokok, karena merupakan golongan terbanyak mengkomsumsi rokok.

Fakta lain dari aktifitas merokok di Kabupaten Lamongan adalah kegiatan ini dilakukan oleh penduduk berpendidikan tinggi.  Survei yang sama di Lamongan menunjukkan bahwa hampir separuh penduduk berijazah diploma ke atas melakukan aktifitas merokok seminggu yang lalu dibanding hanya 18 persen penduduk tidak/belum pernah sekolah.  Meski penduduk berpendidikan tinggi mungkin telah memperoleh pengetahuan tentang bahaya merokok ketika sekolah atau kuliah, toh mereka tetap saja merokok.  Tampaknya lulusan pendidikan tinggi belum mau menerapkan apa yang telah dipelajarinya menjadi gaya hidup sehat sehari-hari.              

Anomali karakteristik perokok di Indonesia menambah permasalahan panjang aktifitas menghisap asap tembakau di Indonesia. Jumlah perokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah perokok meningkat dari 27% pada tahun 1995 menjadi 36.69% pada tahun 2013, atau ada peningkatan rata-rata 1.13% setiap tahun. Pada akhir tahun 2016 jumlah perokok di Indonesia diperkirakan menjadi 39.69%. Dari angka itu, sepertinya pemerintah menginginkan adanya penurunan jumlah perokok dengan cara menaikan harga jual rokok melalui kenaikan cukai rokok dengan kenaikan rata-rata sebesar 10.54%.

            Dengan adanya kenaikan harga rokok di awal tahun 2017, pemerintah mengharapkan perubahan pola kebiasaan masyarakat untuk mengurangi konsumsi rokok. Rupiah yang dapat disisihkan ini selanjutnya dapat dialihkan untuk konsumsi yang lebih bermanfaat bagi keluarganya, seperti untuk menambah kualitas atau kuantitas konsumsi makanan. Perlu diketahui, penghitungan kemiskinan di Indonesia saat ini menggunakan batas konsumsi kalori sehari 2.100 kkal sehari.  Jika masyarakat miskin dapat mengalihkan konsumsi rokok menjadi konsumsi makanan, maka otomatis nilai kalori yang dikonsumsinya akan meningkat dan angka kemiskinan bisa berkurang.

 Sebaliknya, jika masyarakat miskin tidak bisa mengubah kebiasaannya dalam menghisap rokok, maka pengeluaran masyarakat miskin dipastikan akan meningkat minimal sebesar kenaikan harga rokok.  Hal ini hanya mungkin terjadi jika pendapatan masyarakat miskin bertambah.  Jika tidak, maka akan terjadi penurunan kuantitas atau kualitas konsumsi makanan dan non makanan masyarakat.  Sebagai contoh, beras yang biasa dibeli tujuh kilogram untuk empat orang per minggu, bisa berkurang menjadi enam kilogram.  Konsumsi beras yang berkualitas baik akan diganti menjadi kualitas sedang bahkan kualitas jelek.

Apabila melihat tren kebiasaan merokok masyarakat cenderung meningkat setiap tahunnya, maka kenaikan harga rokok sepertinya akan berpengaruh lebih besar pada masyarakat miskin. Karena kebiasaan merokok sangat sulit dihindari oleh para perokok disemua golongan masyarakat termasuk masyarakat miskin. Keinginan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin mungkin akan semakin jauh dari kenyataan.

 Diperlukan terobosan-terbosan jitu dari pemerintah untuk mengerem meningkatnya jumlah perokok yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Kampanye bahaya merokok harus tetap gencar dilakukan pemerintah baik melalui koran, televisi maupun di media online yang saat ini menjadi media yang digemari lingkungan kaum muda. Hasil Susenas juga menunjukkan bahwa peningkatan jumlah perokok didukung oleh partisipasi perokok usia anak-anak dan remaja. Pada usia ini sangat rentan mencoba dan meniru kebiasaan merokok orang-orang di sekitar mereka, baik di rumah maupun di lingkungan tempat tinggal.

Kampanye bahaya merokok yang digaungkan pemerintah selama ini sepertinya kurang mempengaruhi masyarakat. Hal ini terbukti dengan masih tingginya perokok di Indonesia. Saat ini kampanye (iklan) bahaya merokok di acara televisi sebagian besar mendompleng pada iklan perusahaan rokok, yang jam tayangnya diatas jam 21.00, yang sebagian besar masyarakat akan/sudah tidur. Seharusnya iklan bahaya merokok gencar ditayangkan di televisi pada primetime dan acara-acara televisi yang memiliki rating tinggi. Karena pada waktu dan tayangan itulah banyak masyarakat yang menonton, sehingga sasaran kampanye bahaya merokok dapat tercapai. Menaikkan cukai rokok yang diharapkan pemerintah untuk menurunkan jumlah perokok harus didukung oleh kampanye bahaya merokok yang efektif, termasuk pembuatan iklan yang dapat menyentuh hati masyarakat.

2017-01-18

Oleh : 

  1. Rahma Badi’atul F, A.Md
  2. Jamin, SE, MM
  3. Siswanto, SE, MM
  4. Niil Achmad S.B 

Mendengar kata “SOTO”, ingatan kita akan langsung tertuju pada salah satu kabupaten yang ada di provinsi Jawa Timur, yakni Kabupaten Lamongan. Tak dapat dipungkiri, salah satu makanan khas Lamongan tersebut telah menjadi ikon kota yang tidak asing lagi bagi masyarakat luas. Apalagi sejak salah satu produsen mie instan ternama Indonesia telah menjadikan soto Lamongan sebagai salah satu varian rasanya.

Untuk menikmati sensasi rasa soto lamongan, kita tidak harus singgah dan berkunjung ke lamongan. Warung Soto Lamongan sudah sangat banyak kita jumpai di berbagai daerah di Indonesia. Ada ribuan warga Lamongan dari desa-desa kecil nan gersang menyerbu kota-kota besar di Indonesia, dari Jayapura hingga Medan, dengan satu tujuan untuk membuka warung soto dan pecel lele. Mereka berharap untuk merubah nasibnya menjadi lebih baik. Apakah dampak yang akan ditimbulkan oleh fenomena ini bagi perkembangan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Lamongan?

Berdasarkan data Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lamongan, pada periode 2005-2010 jumlah penduduk Lamongan berkurang 5 ribu jiwa setiap tahunnya karena migrasi keluar. Hampir sepertiga penduduk yang melakukan migrasi keluar ini adalah penduduk usia produktif (usia 20 – 24 Tahun). Dengan demikian, penduduk usia muda Lamongan lebih mobile dibanding penduduk usia lainnya. Sebenarnya, pola migrasi penduduk Lamongan ini hampir sama dengan pola migrasi yang dikembangkan oleh Rogers dan Castro (1981), dimana puncak migrasi penduduk terjadi pada kategori usia 20-30 tahun.  Alasan kenapa penduduk muda lebih mobile ini bermacam-macam, antara lain meneruskan pendidikan atau bekerja di kota lain.

Tujuan favorit migrasi keluar penduduk Lamongan adalah kabupaten/kota lain di Jawa Timur dan provinsi Kalimantan Barat. Sebesar 51,59% migran Lamongan menjadikan kabupaten/kota di Jawa Timur sebagai tujuan rantau dan lebih dari 10 persen lainnya merantau ke Kalimantan Barat.  Beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur yang menyedot migran Lamongan antara lain Kota Surabaya (7,4 ribu orang), Gresik (3,9 ribu orang), Sidoarjo (2,5 ribu orang) dan Kota Malang (1,4 ribu orang).  Mengingat kabupaten/kota tersebut adalah kota-kota industri dan pendidikan, maka dapat disimpulkan bahwa alasan terbesar migrasi keluar penduduk Lamongan adalah bekerja dan meneruskan pendidikan.  Namun, motivasi untuk bekerja di daerah lain sepertinya lebih dominan mengingat Gresik dan Sidoarjo adalah daerah-daerah Industri.    

Derasnya arus migrasi keluar dari Lamongan ini tentu berpengaruh terhadap jumlah dan pertumbuhan penduduk.  Apalagi tingkat kelahiran Kabupaten Lamongan sudah sangat rendah.  Hasil SP2010 menunjukkan bahwa jumlah anak yang akan dimiliki seorang wanita selama masa reproduksinya sebesar 1,9 orang. Ini berarti bahwa setiap perempuan di Kabupaten Lamongan hanya memiliki satu hingga dua orang anak semasa hidupnya. Dengan kata lain, satu pasang suami istri (dua orang) di kabupaten Lamongan hanya akan diganti oleh 1,9 orang saja.  Kondisi ini dalam ilmu demografi disebut below replacement level.  Tak heran, penduduk Lamongan mengalami penurunan pada periode 2000-2010 sekaligus menjadikan Lamongan menjadi satu dari empat kabupaten di Jawa Timur yang memiliki pertumbuhan penduduk minus. Kondisi Kabupaten Lamongan yang mengalami defisit jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk minus dapat dilihat pada grafik berikut.

Derasnya arus migrasi keluar pemuda Lamongan ini membawa dampak positif sekaligus negatif.  Salah satu dampak positifnya adalah adalah keberadaan remittance (pengiriman uang) dari para migran yang dapat menyemarakkan aktifitas perekonomian di Kabupaten Lamongan.  Sementara itu, dampak negatif migrasi keluar yang mungkin timbul adalah berkurangnya tenaga kerja produktif. 

Harus disadari, peristiwa migrasi merupakan proses tarik menarik antara daerah asal dan daerah tujuan (Lee, 1966).  Jika daerah tujuan terlihat lebih menjanjikan bagi perbaikan hidup para migran, maka akan terjadi peristiwa migrasi. Besarnya arus migrasi keluar dari Lamongan menunjukkan legitnya kesempatan yang ditawarkan oleh daerah lain dan relatif masih tertinggalnya pembangunan di Kabupaten Lamongan.  Jika arus migrasi keluar penduduk usia produktif ini tidak dikendalikan, maka dikhawatirkan proses pembangunan di Kabupaten Lamongan tidak akan berjalan maksimal.  Penduduk usia produktif yang diharapkan mampu mengolah sumber-sumber daya di Kabupaten Lamongan ternyata lebih memilih bekerja di daerah lain.  Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan diharapkan mampu menciptakan dan memperluas lapangan kerja yang lebih sesuai dengan penduduk muda.  Harapannya, pemuda Lamongan tidak perlu lagi merantau keluar Kabupaten Lamongan untuk mengadu nasib.  Karena bagaimanapun juga, peristiwa migrasi keluar juga mengandung resiko yang dapat menguras materi maupun emosi.

2017-01-18

Oleh : 

  1. Yati Andriyani, S.ST
  2. Lutfi Yuliatin, A.Md
  3. Waskito
  4. Dodik Hendarto Arief, A.Md

Air merupakan kebutuhan manusia yang paling penting, sehingga perlu dipenuhi dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Selain untuk dikonsumsi, air bersih juga dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kesejahteraan hidup melalui upaya peningkatan derajat kesehatan.

Pada wilayah pesisir Kabupaten Lamongan yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong merupakan daerah rawan air bersih. Kondisi air bersih yang selama ini digunakan di dua kecamatan tersebut merupakan air payau sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk air minum. Pelayanan air bersih, jaringan perpipaan yang ada di wilayah permukiman pesisir Brondong dan Paciran hanya menjangkau wilayah dekat jalan arteri primer atau kolektor saja dan belum menjangkau wilayah pada kawasan padat penduduk.

Kontinuitas pelayanan PDAM kurang, serta kualitas air bersih buruk, karena air yang dihasilkan berwarna kuning, sehingga banyak dari masyarakat yang masih membeli air bersih (SPPIP Kabupaten Lamongan, 2012). Masalah-masalah tersebut membuat air bersih di Kecamatan Brondong dan Paciran menjadi semakin langka dan mahal. Sehingga tidak heran jika banyak masyarakat pantura Lamongan menyebut air bersih bagaikan emas.

Menurut Departemen Kesehatan, air bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Ciri-ciri air bersih adalah air yang jernih dan tidak keruh, rasanya tawar, tidak berbau, derajat keasamannya (ph) netral sekitar 6,5 sampai 8,5 dan tidak mengandung zat kimia beracun maupun bakteri.

Saat ini Pemerintah Kabupaten Lamongan melalui Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) telah membuat 70.000 sambungan air bersih ke rumah warga yang dikelola oleh 227 badan pengelola HIPPAMS (Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum dan Sanitasi). Tetapi pada kenyataannya kebutuhan akan air bersih di Kabupaten Lamongan masih belum terpenuhi.

                                                        Sumber : Susenas Kabupaten Lamongan, 2015

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2015, hampir separuh penduduk Lamongan menggunakan air isi ulang sebagai sumber air minum. Sedangkan yang menggunakan leding meteran sebagai sumber air minum sebesar 9 persen. Sedikitnya pengguna air leding meteran disebabkan karena wilayah pelayanan PDAM hanya terdapat pada 12 kecamatan dari 27 kecamatan yang ada di Kabupaten Lamongan. Kecamatan tersebut antara lain Lamongan, Sukodadi, Deket, Brondong, Paciran, Kembangbahu, Sugio, Sekaran, Babat, Kedungpring, Ngimbang, dan Pucuk. Hal ini tentunya mengakibatkan kebutuhan air yang bersih dan murah tidak dapat dijangkau oleh semua penduduk.

                                                     Sumber : Data Dinas PU Pengairan Kabupaten Lamongan, 2015

Penggunaan air hujan di wilayah Kabupaten Lamongan hanya sebesar 3 persen dari keseluruhan penggunaan air bersih. Minimnya penggunaan air hujan dikarenakan masyarakat belum memiliki bangunan penyimpanan air hujan. Seharusnya penggunaan air hujan tersebut bisa ditingkatkan lagi dikarenakan jumlah curah hujan di kecamatan Brondong diatas rata-rata Kabupaten Lamongan menurut data Dinas PU Pengairan Kabupaten Lamongan.

            Melihat permasalahan yang ada di Kecamatan Brondong dan Paciran, maka PDAM dapat memperluas cakupan pelayanan pada wilayah potensial yaitu pada pemukiman padat dan pada perkampungan nelayan yang berpotensi membutuhkan distribusi pelayanan air bersih. Selain itu bisa dilakukan dengan membuat penampungan air hujan melalui pengembangan bangunan tadah hujan. Cara lainnya adalah mengoptimalkan jaringan pipa distribusi induk air PDAM yang langsung menuju tiap-tiap sambungan rumah masyarakat.

Sebenarnya polemik ketersediaan air bersih di Kabupaten Lamongan dapat diatasi. Beberapa upaya yang perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten Lamongan adalah menambah jumlah sumber daya manusia dan tenaga ahli di bidang air bersih, meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pendistribusian air bersih dan pengelolaan secara terpadu pada sumber-sumber air baik dari sungai maupun mata air. Sedangkan upaya yang harus dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan air bersih sesuai kebutuhan.Tidak kalah penting adalah dengan berinvestasi dalam penyediaan air ketika air berlimpah, seperti dengan membuat embung, sumur resapan, serta biopori. Agar air yang berlimpah di musim hujan dapat menjadi air tanah dan tidak terbuang dengan percuma bersama banjir.

2017-01-18

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan berkomitmen "NO GRATIFIKASI" untuk mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih dan Bebas KKN.

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN LAMONGAN

Jl. Veteran 185 Lamongan-62218, Telp (0322) 3103310, Fax (0322) 3103310 Mailbox : bps3524@bps.go.id

Untuk tampilan terbaik Anda dapat gunakan berbagai jenis browser kecuali IE, Mozilla Firefox 3-, and Safari 3.2- dengan lebar minimum browser beresolusi 275 pixel.

Hak Cipta © 2022 Badan Pusat Statistik

Semua Hak Dilindungi

  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Rencana Strategis BPS
    • Kinerja BPS
    • Tentang BPS
    • Pusat Pelayanan
    • Regulasi
  • Berita
  • Senarai Rencana Terbit
  • Publikasi
  • Berita Resmi Statistik
  • PPID
    • Tentang PPID
    • Informasi Terbuka
      Berkala
      • Informasi Publik
      • PPID
      • Tentang BPS
      • Laporan Kinerja
      • Pengumuman Lelang
      • Program dan Kegiatan
    • Informasi Terbuka
      Setiap Saat
      • Artikel
      • Regulasi
    • Informasi Terbuka
      Serta Merta
    • Informasi Tertutup/
      Dikecualikan
  • Tautan
    • Galeri Infografis
    • Tabel Dinamis
    • Istilah
    • Katalog Datamikro
    • Metadata
    • Reformasi Birokrasi
    • Master File Desa
    • SPK Online
    • Pengaduan
    • LPSE
    • Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
    • Pusat Pendidikan dan Latihan BPS
  • Hak Cipta © Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

Sosial dan
Kependudukan

Agama

Bencana Alam

Gender

Geografi

Gini Rasio

Iklim

Indeks Pembangunan Manusia

Kemiskinan

Kependudukan

Kesehatan

Lingkungan Hidup

Pemerintahan

Pendidikan

Perumahan

Politik dan Keamanan

Sosial Budaya

Tenaga Kerja

Ekonomi dan
Perdagangan

Air

Energi

Industri

Inflasi

Jasa

Keuangan

Komunikasi

Konstruksi

Neraca Sosial Ekonomi

Nilai Tukar Petani

Pariwisata

Perdagangan

Pertumbuhan Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto

Sensus Ekonomi

Transportasi

Upah Buruh

Usaha Mikro Kecil

Pertanian dan
Pertambangan

Hortikultura

Kehutanan

Nilai Tukar Nelayan

Perikanan

Perkebunan

Pertambangan

Pertanian

Peternakan

Tanaman Pangan